Latar Belakang
Mengacu pada data penutupan lahan yang dikeluarkan oleh Ditjen PKTL KLHK tahun 2019 menunjukkan bahwa dari total 187,75 juta ha lahan di Indonesia, sekitar 36%-nya merupakan areal yang ditetapkan sebagai areal diluar kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain/APL) atau seluas ±67,47 juta ha. Sedangkan 64%-nya ditetapkan sebagai Kawasan hutan. Dari luas APL tersebut terdapat ±7,21 juta ha atau 10,7% areal dalam kondisi masih berhutan. Sedangkan untuk Kawasan hutan, diketahui bahwa sekitar 72,2%-nya dalam kondisi masih berhutan atau sekitar 86,89 juta ha.
Hasil studi yang dilakukan oleh Wich, dkk. (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 75% populasi Orangutan (Pongo pygmaeus) justru banyak dijumpai di luar kawasan hutan konservasi atau lindung, yaitu baik di hutan produksi maupun areal berhutan diluar kawasan hutan (APL). Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Tejs (2018) bekerjasama dengan Yayasan Operasi Wallacea Terpadu (OWT) juga menunjukkan banyaknya sarang orangutan di areal berstatus APL sebelah barat Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL), di Kabupaten Berau, di mana lokasi tersebut merupakan satu-satunya areal berhutan di luar kawasan hutan yang berfungsi menghubungkan kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL), yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi di mana beberapa di antaranya termasuk ke dalam status Critically Endangered (CR; Kritis), dengan Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay. Rusaknya areal berhutan tersebut akan berdampak ada terjadinya fragmentasi kawasan HLSL dengan kawasan hutan lainnya yang dikhawatirkan dapat memberi dampak negatif terhadap kualitas genetik satwa.
Di lain pihak meskipun secara kuantitas kawasan hutan konservasi dan lindung cukup luas, namun kualitas perlindungannya masih banyak dipertanyakan, memperhatikan tingginya ancaman dan tekanan terhadap lahan serta keterbatasan kapasitas pemerintah di tingkat tapak. Di lain pihak, konversi hutan alam yang memiliki nilai konservasi tinggi (NKT) menjadi peruntukan lain berjalan cepat dan tidak terkontrol, bahkan ekosistem hutan alam yang memiliki kerentanan ekologis seperti hutan rawa gambut, hutan kerangas dan hutan yang menjadi perlindungan terakhir satwa dilindungi tidak luput dari konversi.
Pendekatan Areal dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT)/High Conservation Value (HCV) ditujukan untuk memelihara atau meningkatkan nilai-nilai ekologi/lingkungan dan sosial penting pada tingkat lokal, regional dan global di lanskap produksi, yaitu mengidentifikasi nilai keanekaragaman hayati (NKT 1), ekosistem tingkat lanskap (NKT 2), ekosistem/habitat langka dan terancam (NKT 3), perlindungan penyedia jasa lingkungan (NKT 4), kebutuhan pokok masyarakat tempatan (NKT 5) dan perlindungan situs budaya (NKT 6). Suatu wilayah diidentifikasi sebagai ABKT jika memiliki satu atau lebih NKT. Selama ini identifikasi, penetapan dan pengelolaan ABKT dilakukan secara sukarela (voluntary) sebagai bagian dari skema sertifikasi baik di Hutan Alam maupun Hutan Tanaman (FSC/PEFC) maupun sawit (RSPO). Hal ini bagian dari wujud komitmen dan kepedulian ekstra dari korporasi dalam penatakelolaan sumberdaya alam.
Semakin sempitnya ruang perlindungan ANKT dan terancamnya kelestarian kawasan konservasi membuat urgensi identifikasi dan penetapan NKT di lanskap produksi (kawasan budidaya) – termasuk pada areal penggunaan lain menjadi semakin tinggi. Identifikasi, penetapan dan pengelolaan sebagian lanskap produksi menjadi NKT berarti mempertahankan fungsi konservasi (kawasan perlindungan setempat) di kawasan budidaya. Hal ini selain menambah luas absolut kawasan lindung, juga merupakan upaya penting untuk menjamin kelestarian produksi dalam jangka panjang. Namun semua upaya ini juga memerlukan peran penting dan kesadaran berbagai pihak dalam mewujudkan pembangunan berbagai sektor secara berkelanjutan.
Di Kalimantan Timur, telah dilakukan beberapa inisiatif yang mengidentifikasi areal bernilai konservasi tinggi dalam yuridiksi propinsi. Inisiatif-inisiatif ini menghasilkan peta indikatif wilayah ANKT. Pada 2017, sebuah studi dilakukan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman untuk mengidentifikasi area bernilai konservasi tinggi pada skala bentang lahan di Kaltim. Studi ini menghasilkan peta indikatif ANKT pada skala provinsi yang menjadi rujukan pada diskusi dan pengembangan inisiatif lanjutan. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada pertengahan tahun 2017, telah mengumumkan sebuah “Deklarasi Kesepakatan Pengembangan Kebun Berkelanjutan”dimana pada poin keempat dari deklarasi tersebut, dinyatakan bahwa, pengembangan dan pengelolaan perkebunan (termasuk komoditas sawit) di Kalimantan Timur diarahkan dengan kebijakan melindungi kawasan dengan nilai cadangan karbon tinggi (hutan alam dan lahan gambut), dengan sedapat mungkin, secara bersama-sama, mempertahankan sisa hutan alam seluas 640.000 hektare dan lahan gambut seluas 50.000 hektar sampai dengan tahun 2030 di kawasan peruntukan perkebunan dan lahan dengan izin usaha perkebunan
Menyusul kesepakatan tersebut, Pemerintah Kabupaten Berau mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 287 Tahun 2020 tentang Peta Indikatif Kawasan Konservasi Tinggi dalam Alokasi Kawasan Perkebunan seluas 83.000 ha. Sejumlah wilayah indikatif ini berada di luar izin konsesi perkebunan (IUP-Izin Usaha Perkebunan dan HGU-Hak Guna Usaha) dan belum dibebani izin. Sebagai peta indikatif, SK tersebut juga mengamanatkan Dinas Perkebunan Kab. Berau untuk melakukan pemutakhiran berdasarkan data lapangan (termasuk tutupan lahan yang ada, luas desa, jenis NKT (1-6 kriteria)), penyesuaian data perizinan / izin dan tata ruang. Kabupaten juga harus merumuskan rencana pengelolaan untuk kawasan tersebut dengan pengelolaan berbasis masyarakat.
Untuk itu Dinas Perkebunan Kabupaten Berau dengan dukungan GIZ melalui proyek teknis Low Emission Palm Oil Development (LEOPALD) bekerjasama dengan Yayasan Operasi Wallacea Terpadu (OWT) akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan kajian di tingkat tapak terhadap area yang terindikasi masuk dalam Peta Indikatif ANKT sebagaimana tercantum pada SK Bupati No 287/2020, serta penyusunan rencana Kelola pada area NKT tersebut. Kegiatan ini akan diawali dengan Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Areal dengan Nilai Konservasi Tinggi sebagai bagian dari penguatan kapasitas para pihak di Kabupaten Berau.
Tujuan
- Meningkatkan pengetahuan bagi peserta tentang konsep dasar dan kiriteria ANKT, pengelolaan dan pemantauannya.
- Meningkatkan pengetahuan bagi peserta terhadap arti penting ANKT sebagai instrumen manajemen dalam mewujudkan pengelolaan areal bernilai konservasi tinggi.
- Meningkatkan kapasitas bagi penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan berdasarkan pendekatan ANKT.
Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Acara
Kegiatan dilaksanakan pada hari Kamis- Sabtu, tanggal 08-10 April 2021 di Kantor Dinas Perkebunan Kabupaten Berau dan Kampung Lesan Dayak
Metode pelatihan
Metode Pelatihan dilakukan dengan online dan offline dan kegiatan praktek dilakukan secara offline
Peserta
Diharapkan peserta pelatihan merupakan perwakilan dari para pemangku kepentingan terkait di Kabupaten Berau baik pihak pemerintah daerah, KSM/NGO lokal yang menjadi lokasi sampel studi berjumlah maksimal 20 orang dengan rincian sebagai berikut:
Daftar Peserta
- Dinas Perkebunan Kab. Berau (6 orang)
- Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kab. Berau (2 orang)
- Forum Komunikasi Perkebunan Kab. Berau (2 orang)
- Pejuang SIGAP Kab. Berau (2 orang)
- Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)/NGO lokal (2 orang)
Jadwal Pelatihan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelatihan Identifikasi NKT
Waktu | Kegiatan | Narasumber | Metode |
Kamis, 08 April 2021 | |||
08.30 – 09.00 | Registrasi peserta | ||
09.00– 09.30 | Pembukaan | Kadis Perkebunan Kab. Berau | Offline |
09.30 – 09.45 | Rehat Pagi | ||
09.45 – 10.00 | Pengantar dan Sejarah NKT | Kasuma Wiajaya, S.Hut. MSi. | Offline |
10.00 – 12.00 | Areal Bernilai Karbon Tinggi (ABKT) 1: Areal yang mempunyai keanekaragaman spesies tinggi ABKT 2: Elemen bentang alam yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi | Dr. Titik Setiowati Puslitbang Hutan, Bogor | Online |
12.00-13.00 | ISOMA | ||
13.00 – 15.00 | ABKT 3: Elemen bentang alam yang merupakan satu atau beberapa tipe ekosistem khas wilayah tropika yang langka, rentan dan terancam kerusakan | Dr. Titik Setiowati Puslitbang Hutan, Bogor | Online |
15.00-15.30 | Rehat Sore | ||
15.30 – 17.30 | ABKT 4: Areal Penyedia Jasa Ekosistem | Dr. Edi Purwanto Yayasan Operasi Wallacea Terpadu (OWT) | Online |
Jum’at, 9 April 2021 | |||
08.00 – 09.00 | Stok Karbon Tinggi (SKT): Areal yang memiliki stok karbon tinggi untuk dilindungi dan lahan yang terdegradasi akan dikembangkan | Kasuma Wijaya, S.Hut. M.Si. (Tropenbos Indonesia) | Offline |
09.00-10.30 | ABKT 5: Areal yang memiliki fungsi sosial terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal | Sigit Pamungkas, SP M.Si. (Konsultan) | Online |
10.30-10.45 | Rehat pagi | ||
10.45-11.30 | ABKT 6: Areal yang memiliki identitas budaya terkait dengan hak ulayat dan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan | ||
11.30-13.30 | Sholat Jumat dan makan siang | ||
13.30-15.00 | Analisa GIS dalam identifikasi Nilai Karbon Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT) | Kasuma Wijaya, S.Hut. M.Si. (Tropenbos Indonesia) | Offline |
15.00-15.30 | Rehat sore | ||
15.30-16.30 | Pengantar Praktik Lapangan dan Kerja Kelompok (NKT 1 – 6 dan SKT) | Kasuma Wijaya (Tropenbos Indonesia) Ujang S. Irawan, S.Hut. M.Si. (OWT) | Offline |
Sabtu, 10 April 2021 | |||
06.00 – 09.00 | Perjalanan Tanjung Redeb – Lesan Dayak dan Kec. Kelay | Tim GIZ dan OWT | |
09.00 – 09.30 | Koordinasi di lapangan | ||
09.30 – 16.00 | Praktik lapangan | Kasuma Wijaya (Tropenbos Indonesia) Ujang S. Irawan, S.Hut. M.Si. (OWT) | Offline |
16.00 – 16.30 | Kembali ke Kampung | ||
16.30 – 17.00 | Penutupan Pelatihan | Dinas Perkebunan Kab. Berau | Offline |
17.00 – 19.00 | Perjalanan kembali ke Tanjung Redeb | GIZ dan OWT |
Kepatuhan Standar Protokol COVID-19
- Peserta pertemuan langsung disarankan untuk mengutamakan hadir secara online untuk dapat mengurangi resiko pendemi covid-19
- Para peserta pertemuan langsung harus paham resiko konsekuesi mengambil bagian dalam rapat tatap muka. Para peserta harus merasa nyaman untuk mengikuti rapat dengan sukarela dan merupakan pilihan peserta sendiri
- Peserta undangan yang merasa tidak sehat, tidak bugar, mengalami flu atau demam, tidak diperkenankan untuk mengambil bagian dalam rapat, sebaiknya tidak datang atau harus tinggal di rumah atau mengikuti rapat dari rumah
- Peserta pertemuan langsung wajib memakai masker dengan tepat di ruang rapat.
- Saat menghadiri pertemuan dengan tatap muka, diwajibkan mematuhi dengan ketat kebijakan kesehatan (menSgenakan masker, mencuci tangan / menggunakan hand sanitizer dan tidak berjabat tangan, “physical distancing” sejauh 1.5 m).
- Semua undangan/peserta wajib mengisi daftar absen, dengan menyertakan alamat para peserta.
- Terapkan protokol kesehatan dan pencegahan pandemi COVID-19 dengan ketat.
Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil
Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam 2 bagian. Bagian pertama berupa classroom meeting yang dilaksanakan selama 2 hari. Sedangkan pada bagian kedua berupa praktek lapangan.
Pada bagian pertama mayoritas peserta berkumpul dalam ruang (Aula Meeting Disbun Berau lantai 2), adapun narasumber menyampaikan materi secara online dipandu oleh tim trainer secara langsung. Pada bagian praktek lapangan langsung dipandu oleh tim trainer yang dilaksanakan di Kampung Lesan Dayak dan kampung Sidobangen.
Pada bagian pertama hari 1 dan 2 diberikan materi terkait prinsip panduan penetapan ANKT, definisinya dan indikator masing masing NKT. Setiap selasai materi NKT dilakukan tanya jawab untuk menyamakan persepsi indicator/kriteria yang dibahas. Adapun keseluruhan materi meliputi NKT 1, NKT 2, NKT 3, NKT 4, NKT 5 dan NKT 6. Dibahas pula tentang Area dengan Karbon Tinggi. Adapun ringkasan dari materi hari 1 dan 2 adalah sbb:
- NKT 1 Wilayah yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi
- NKT 1.1 Wilayah yang memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan atau konservasi
Indikator : Wilayah dengan keanerakagaman hayati tinggi yang berdekatan dengan kawasan lindung dan atau konservasi
- NKT 1.2 Spesies hampir punah
Indikator : Keberadaan habitat spesies yang masuk dalam daftar Red-List IUCN sebagai Critically Endangered
- NKT 1.3 Habitat populasi spesies dengan penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup (Viable Population)
Indikator : Keberadaan habitat yang memiliki daya dukung bagi kehidupan liar
- NKT 1.4 Habitat spesies atau sekumpulan spesies yang digunakan secara temporer
Indikator : Keberadaan habitat untuk berkembang biak, bersarang, jalur migrasi, koridor satwa, tempat berlindung
- NKT 2 Bentang alam penting bagi dinamika ekologi alami
- NKT 2.1 Bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi secara alami
Indikator : Kawasan berhutan dengan luas inti >20,000 ha,ditambah dengan kawasan penyangga berjarak 3 km dari tepi
- NKT 2.2 Ekosistem alami yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus
Indikator : Wilayah ekoton, lahan basah atau ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi)
- NKT 2.3 Ekosistem yang mengandung populasi perwakilan spesies alami
Indikator : Keberadaan habitat spesies alami
- NKT 3 Ekosistem langka atau terancam punah
- Indikator : Ekosistem hilang pada masa lampau dan berpotensi hilang pada masa mendatang
- NKT 4 Wilayah penyedia jasa lingkungan
- NKT 4.1 Ekosistem penting sebagai penyedia air dan pengendali banjir bagi masyarakat hilir
Indikator : Hutan dan sungai sebagai sumber air bagi masyarakat
- NKT 4.2 Wilayah penting bagi pengendali erosi dan sedimentasi
Indikator : Wilayah berhutan dengan erosi potensial tinggidan sangat tinggi
- NKT 4.3 Sekat alami untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan atau lahan
Indikator : Wilayah berhutan, lahan basah dengan vegetasi yang masih berfungsi sebagai sekat bakar alami
- NKT 5 Wilayah penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat tempatan
- Indikator : Wilayah alami yang memberi manfaat bagi kebutuhan dasar masyarakat termasuk pangan, air, sandang, kayu bakar, obat-obatan, pakan hewan.
- NKT 6 Wilayah bernilai budaya
- Indikator : Wilayah alami yang benilai sebagai identitas budaya komunitas
Pada bagian kedua Training ANKT, dilakukan praktek menilai suatu area apakah memiliki NKT atau tidak. Praktek ANKT 1, 2, 3, 4 dan area dengan cadangan karbon tinggi dilakukan di Kampung Lesan Dayak dengan membuat plot pengamatan. Selajutnya praktek ANKT 5 dan 6 dilakukan di Kampung Sidobangen. Praktek dipandu trainer dengan alat bantu berupa chek list NKT dan wawancara. Untuk perhitungan cadangan karbon diberikan rumus alometrik beberapa jenis pohon dominan Kalimantan.
Setelah sesi praktek penilaian ANKT, peserta melakukan presentasi dan dievaluasi olah trainer. Dengan praktek semacam ini peserta dapat memahami secara praktis cara identifikasi ANKT pada suatu bentang area.
Rencanan Tindak Lanjut
Pelatihan Identifikasi ANKT ini merupakan salah satu kegiatan follow up dari Keputusan Bupati Nomor 287 Tahun 2020 tentang Peta Indikatif Kawasan Konservasi Tinggi dalam Alokasi Kawasan Perkebunan seluas 83.000 ha di APL kabupaten Berau.
Setelah Pelatihan yang diikuti oleh multi pihak tersebut diharapkan meningkatnya pengetahuan bagi peserta terhadap arti penting ANKT sebagai instrumen manajemen dalam mewujudkan pengelolaan areal bernilai konservasi tinggi.
Selanjutnya secara khusus Disbun akan menjalankan mandat pada Keputusan Bupati Nomor 287 Tahun 2020 untuk melakukan identifikasi Area NKT (1-6 kriteria) pada peta area indikatif dimaksud dan melakukan penyesuaian data perizinan / izin dan tata ruang serta merumuskan rencana pengelolaan untuk kawasan tersebut dengan pengelolaan berbasis masyarakat